Beranda | Artikel
Jalan Islam Yang Diabaikan
Jumat, 22 Juni 2018

Bismillah; dengan menyandarkan hati kami mohon pertolongan-Mu Ya Allah…

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sudahkah kita merenungkan akan waktu-waktu yang telah berlalu dalam kehidupan kita? Hari demi hari, bulan demi bulan, perjalanan waktu yang telah kita lampaui; sejauh mana bisa mendekatkan diri kita kepada Allah?

Ramadhan belum lama berpisah meninggalkan kita. Tetapi seolah Ramadhan itu benar-benar telah sirna; karena mushaf al-Qur’an yang tak lagi tersentuh dan terdekap dalam dada kita. Karena masjid kembali sunyi setelah gema takbir idul fitri seolah mengantarkan kepergian semua kelezatan dan kenikmatan ibadah di bulan suci. Inikah pertanda amal kita diterima oleh Allah?!

Sebagian ulama terdahulu mengatakan, “Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan.” Alangkah malangnya diri ini apabila Ramadhan berlalu tanpa bekas ketakwaan di dalam hati… Bukankah Ramadhan beserta segenap ibadah yang diramu di dalamnya menggembleng jiwa agar taat dan semakin takut kepada ilahi?

Saudaraku yang dirahmati Allah, tidakkah engkau ingat saat dimana lapar dan haus engkau tahan sejak pagi hingga sore hari. Tidak ada yang memaksamu. Tidak ada yang akan menjebloskanmu ke dalam penjara karena tidak puasa di negara kita. Adakah bekas kelezatan ibadah itu di dalam lubuk hatimu? Mengapa makanan dan minuman yang pada asalnya halal kamu tinggalkan di siang hari, secuil kue pun tidak kamu telan dan setetes sirup pun tidak mau kamu masukkan ke dalam tenggorokan. Bukankah itu semua karena Allah yang memerintahkan?

Inilah jalan Islam yang banyak diabaikan manusia; muraqabatullah alias merasa selalu diawasi oleh Allah. Seperti yang telah diajarkan oleh malaikat Jibril dalam hadits yang sangat terkenal, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya; jika kamu tidak bisa seperti itu maka yakinlah bahwa Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Untuk mewujudkan maqam/tingkatan ini dibutuhkan keikhlasan dan pengabdian yang tulus kepada Allah. Perasaan takut dan harap kepada-Nya yang menghiasi hati dan tingkah-lakunya. Ibadah puasa kita bukan semata lapar dan haus tanpa makna. Sebab untuk bisa diterima puasa itu harus dilandasi iman dan mengharapkan pahala. Inilah puasa yang bisa membuahkan pengampunan dosa. Di saat yang sama puasa juga harus dijaga dari dosa-dosa besar. Akan tetapi lihatlah ketika Ramadhan sudah pergi dan Syawwal menaungi. Apakah kita masih bisa merasakan nikmatnya amal salih dan ketakwaan ini di dalam perilaku sehari-hari? Apakah Rabb yang kita sembah di bulan Syawwal berbeda dengan Rabb yang kita sembah di bulan Ramadhan? Maha Suci Allah….

Kita mungkin sudah tidak lagi akrab dengan majelis ilmu, karena siaran pertandingan sepak bola dan gelak tawa lebih asyik untuk dibersamai. Kita mungkin sudah tidak lagi bersemangat untuk berpuasa sunnah karena yang penting Ramadhan sudah selesai. Kita mungkin sudah lalaikan sholat berjama’ah di masjid dengan alasan acara reuni dan silaturahmi kesana kemari…

Seolah perginya Ramadhan menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Bukan karena ingin melanjutkan ibadah berikutnya tetapi karena kebosanan dan hati yang tidak menikmati lezatnya amal di bulan yang mulia ini. Berbeda dengan sebagian kaum yang meneteskan air mata ketika mendengar takbir malam idul fitri; karena mereka sedih berpisah dengan Ramadhan dan segala keindahan ubudiyah di bulan penuh berkah ini… Seolah mereka ingin mengatakan, “Ramadhan boleh pergi meninggalkan kami; tetapi Ramadhan tetap bersemayam di dalam lubuk hati kami…”

Apakah untuk bertaubat anda harus menunggu Ramadhan tahun depan? Apakah untuk bersedekah anda harus menunggu sepuluh hari terakhir Ramadhan tahun depan? Apakah untuk tunduk beribadah kepada Allah anda harus melihat Allah secara terang-terangan? Apakah anda penguasa alam semesta ini? Apakah anda yang menguasai hidup dan mati? Ya, Ramadhan memang telah pergi tetapi apakah pintu surga sudah benar-benar telah anda masuki?…

Penyusun : Redaksi al-mubarok.com


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/jalan-islam-yang-diabaikan/